KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah SWT yang maha suci dan mencintai kesucian serta
kebersihan, yang rahman dan yang rahim kepada seluruh mahluknya.
Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi agung Muhammad SAW. Yang
telah membawa ajaran islam bagi umatnya menuju keselamatan, agama yang
menjunjung tinggi kesucian, kebersihan dan keindahan.
Kebersihan
adalah awal dari kebaikan, jika sesuatu itu bersih maka akan sehat, jika
sesuatu itu bersih maka akan indah. Begitu pentingnya kebersihan dan kesucian
dimata ajaran islam, maka kita harus bisa memahami bagaimana cara untuk
menjaga kebersihan dan kesucian sesuai dengan tuntunan agar benar dan sempurna
menurut peraturan syari’at guna beribadah kepada yang maha suci, yaitu Allah
SWT dan mendapatkan ridhanya. Amin…
Tiada
gading yang tak retak begitu pula dengan pembuatan makalah ini , penulis sadar
akan keterbatasan serta kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
sangat berterima kasih apabila ada sanggahan, kritik serta saran dari pembaca.
Bandar
Lampung, 31 Maret 2013
Penulis
BAB I
METODE PEMBELAJARAN FIQH
A. Metode Pembelajaran
Dalam
rangka efektifitas dan efisiensi pembelajaran materi fiqh ada beberapa metode
pembelajaran yang dipergunakan, antara lain:
1. Ceramah : Metode ini digunakan pada
setiap materi yang memerlukan pemahaman mendalam yang bersifat keilmuan (tidak
terlalu cenderung pada materi praktis). Metode ini digunakan hampir 50% dari
seluruh metode pembelajaran yang digunakan.
2. Tanya jawab : Metode interaktif
dialogis antara guru dan siswa ini digunakan sebagai wahana mengembangkan
kreatifitas berfikir dalam rangka problem solving dan pembudayaan proses
pembelajaran yang humanis. Metode ini juga sebagai salah satu pengakomodasian
perbedaan pendapat (khilafiyah) dalam permasalahan fiqh.
3. Demonstrasi : Metode ini digunakan
setelah penyampaian materi secara teoritis selesai secara mendalam (pendalaman
keilmuan) pada jam pelajaran sebelumnya. Hal tersebut untuk memastikan adanya
pemahaman dan pelaksanaan yang benar tentang teori fiqih yang sudah diberikan.
4. Diskusi : Metode ini dilakukan untuk
memberi ruang gerak yang luas bagi pengembangan potensi akademik siswa. Guru
dalam hal ini bergerak sebagai pengarah.
5. Pemberian tugas : Seperti membuat;
paper, laporan interview dan lain-lain.
B. Metode Evaluasi
Dalam
melaksanakan evaluasi, metode yang digunakan adalah:
1. Tulisan : Dalam metode ini, jenis
yang digunakan adalah: pilihan ganda dan uraian (problem solving). Metode ini
digunakan untuk mengukur kemampuan dalam ronah kognitif maupun afektif.
2. Lisan : Dalam metode ini jenisnya
adalah tanya jawab dan interview.
3. Praktek : Digunakan untuk mengukur
kemampuan psikomotorik.
Metode-metode tersebut dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dalam ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik, kemudian nilai ketiga ranah tersebut diakumulasi menjadi nilai yang akan dijadikan data untuk dilaporkan dan dijadikan acuan pengambilan keputusan.
Metode-metode tersebut dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dalam ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik, kemudian nilai ketiga ranah tersebut diakumulasi menjadi nilai yang akan dijadikan data untuk dilaporkan dan dijadikan acuan pengambilan keputusan.
BAB
II
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang maha suci dan mencintai kesucian
serta kebersihan, yang rahman dan yang rahim kepada seluruh mahluknya. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi agung Muhammad SAW.
Latar belakang disusunnya makalah ini pertama untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqh Ibadah, kedua penulis melihat bagaimana pentingnya masalah syahadat dan thaharah
dalam kajian fiqh, itu terbukti jika kita perhatikan disetiap literature kajian
tentang fiqh, maka syahadatlah yang menempati bab pertama dan yang kedua
thaharoh. Karena memang syahadat adalah syarat untuk masuk islam, dan thaharah
adalah kunci awal ibadah-ibadah yang akan kita laksanakan, misal ketika
seseorang hendak melakukan shalat maka ia harus suci dari hadas dan najis
terlebih dahulu. Walaupun makalah ini hanya membahas sepintas saja tentang syahadat
dan thaharah akan tetapi mengandung penafsiran yang amat luas, semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin…
BAB III
SYAHADAT
A.
Pengertian
Syahadat
Syahadat (Bahasa Arab: الشهادة asy-syahādah
merupakan asas dan dasar dari lima rukun Islam dan merupakan
ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam.
Syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida
(شهد), yang artinya ia telah menyaksikan. Kalimat itu dalam syariat Islam
adalah sebuah pernyataan kepercayaan dalam keesaan Tuhan (Allah) dan Nabi Muhammad sebagai RasulNya.
Arti syahadat ialah pengakuan atau penyaksian
yang sebenarnya ya’ni saksi dzahir dan bathin. Didalam pengetahuan akan
syahadat harus diketahui akan rukun syahadat , syarat syahadat dan juga yang
membinasakan syahadat.
Syahadat sering disebut dengan Syahadatain karena
terdiri dari 2 kalimat (Dalam bahasa arab Syahadatain berarti 2 kalimat
Syahadat). Kedua kalimat syahadat itu adalah:
B.
Makna Syahadat
Artinya,
seorang muslim hanya mempercayai Allâh sebagai satu-satunya Allah dan tiada
tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi
tujuan seseorang. Jadi dengan mengikrarkan kalimat pertama, seorang muslim
memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allâh sebagai tujuan, motivasi, dan
jalan hidup.
Dengan
mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk meyakini ajaran
Allâh seperti yang disampaikan melalui Muhammad saw, seperti misalnya meyakini hadist-hadis Muhammad saw.
a. Makna Laa
Ilaaha Illallah
Kalimat Laa Ilaaha Illallah sebenarnya mengandung
dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang
benar hanyalah Allah semata.
Berkaitan dengan mengilmui kalimat ini Allah ta'ala berfirman: "Maka ketahuilah(ilmuilah)
bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah" (QS Muhammad : 19)
Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun
Islam yang lain. Di samping itu Rasulullah pun menyatakan: "Barang siapa
yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas maka akan masuk ke
dalam surga."
b.
Inti syahadat
Inilah sekilas tentang makna Laa Ilaaha Illallah
yang pada intinya adalah pengakuan bahwa tidak ada sesembahan yang benar
kecuali Allah ta'ala semata.
c. Kandungan
syahadat
·
Ikrar
Ikrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya.
·
Sumpah
Syahadat juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah,
berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan
sumpahnya tersebut
· Janji
Syahadat juga
bermakna janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia
untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah
SWT, yang terkandung dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasul.
B.
Syarat Syahadat
Syarat syahadat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang
disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua kalimat
syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadatnya itu tidak
sah.
Syarat syahadat
ada tujuh, yaitu:
1.
Pengetahuan
Seseorang yang
bersyahadat harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. Dia wajib memahami
isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi
ucapannya.
2.
Keyakinan
Seseorang yang bersyahadat mesti mengetahui dengan
sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut.
3.
Keikhlasan
Ikhlas berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang
bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima oleh
Allah SWT.
4.
Kejujuran
Kejujuran adalah kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.
Pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu di aktualisasikan dalam amal perbuatan.
5.
Kecintaan
Kecintaan
berarti mencintai Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman.
6.
Penerimaan
Penerimaan
berarti penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan
jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali
ajaran yang datang dari syariat Islam.
7.
Ketundukan
Ketundukan
yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya secara lahiriyah.
Artinya, seorang muslim yang bersyahadat harus mengamalkan semua perintah-Nya
dan meninggalkan semua larangan-Nya. Perbedaan antara penerimaan dengan
ketundukan yaitu bahwa penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan
dilakukan dengan fisik.Oleh karena itu, setiap orang yang bersyahadat tidak
harus disaksikan amirnya dan selalu siap melaksanakan ajaran Islam dalam
kehidupannya.
C.
Asas dari tauhid dan Islam
Laa Ilaaha
Illallah adalah asas
dari tauhid dan Islam dengannya direalisasikan dalam segala
bentuk ibadah kepada Allah dengan ketundukan kepada Allah, berdoa kepadanya
semata dan berhukum dengan syariat Allah.
Seorang ulama besar Ibnu
Rajab mengatakan: Al
ilaah adalah yang ditaati dan tidak dimaksiati, diagungkan dan dibesarkan
dicinta, dicintai, ditakuti, dan dimintai pertolongan harapan. Itu semua tak
boleh dipalingkan sedikit pun kepada selain Allah. Kalimat Laa Ilaaha
Illallah bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama tidak
membatalkannya dengan aktivitas kesyirikan.
D.
Makna syahadat bagi Muslim
Bagi penganut agama Islam, Syahadat
memiliki makna sebagai berikut:
1.
Pintu masuk menuju islam; syarat sahnya iman adalah dengan bersyahadatain
(bersaksi dengan dua kalimat syahadah)
2.
Intisari ajaran islam; pokok dari ajaran Islam adalah
syahadatain, sebagaimana ajaran yang dibawa nabi-nabi dan rosul-rosul sebelumnya
4.
Pembeda antara muslim dengan kafir; hal ini berkenaan
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban syariat yang akan diterima atau ditanggung oleh seseorang
setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadah
BAB IV
THAHAROH
1.
PENGERTIAN THAHARAH
· Istilah
thaharah berasal dari kata-kata arab artinya :bersuci.
· Sedangkan
thaharah secara tinjauan agama berarti mengerjakan sesuatu yang
menyebabkan seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat atau thawaf mengitari
ka’bah seperti wudhu’, mandi, tayammum dan menghilangkan najis.
2.
LANDASAN HUKUM
Adanya
kewajiban thaharah bersuci, membuktikan bahwa islam menghendaki bahwa
setiap pemeluknya senantiasa memelihara kesucian diri, baik lahir maupun batin.
Allah SWT berfirman (QS. Al Baqarah: 222)
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci apabila mereka Telah suci, Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Dan
sabda Nabi Muhammad SAW :
“Kuncinya
shalat itu bersuci. Haram (berkomunikasi dengan yang selain Allah) jika telah
takbir,dan halal jika telah salam”. (HR.Ahmad dan ashhab al
sunnah)
a.
Thaharah Hakiki
Thaharah
secara
hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan,
pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah
terbebasnya seseorang dari najis.Seorang yang shalat dengan memakai pakaian
yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak
terbebas dari ke tidak sucian secara hakiki.
Thaharah
hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang
menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual.
b.
Thaharah Hukmi
Thaharah
hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats,
baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah
secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi
secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang
menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih
secara hukum adalah kesucian secara ritual. Thaharah hukmi didapat
dengan cara berwudhu’ atau mandi janabah.
A. AIR
Allah SWT
berfirman dalam (QS: Al Anfal:11)
Artinya:
(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman
daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan
untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu).
Berdasarkan
uraian diatas bahwa air merupakan alat untuk bersuci. Dalam kajian fiqh ,kita
mengenal tujuh macam air, yaitu:
a. Air
Hujan
b. Air
Laut
c. Air
Sungai
d. Air
Sumur
e. Air
sumber
f. Air
embun
g. Air
Salju
Pembagian bagian air
ada empat:
1.
Air
mutlak (suci mensucikan), yaitu air yang suci (thahir) dan dapat
digunakan untuk bersuci dan untuk mencuci (muthahhir).
2. Air
Musta’mal (air yang bekas dipakai), yaitu air suci tetapi tidak dapat
mensucikan hadas besar maupun hadas kecil.
3. Air
musammas (air yang di panaskan matahari), yaitu air suci menyucikan tetapi
makruh hukumnya.
4. Air Mutanajjis ( air yang terkena najis),
yaitu air yang tidak boleh dipakai.
Peringatan:
Ada
satu macam air lagi ialah:
Ada satu macam air lagi ialah suci dan mensucikan
tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghashab/mencuri,
mengambil tanpa izin.
A.
NAJIS
An-Najasah
dalam bahasa Indonesia sering dimaknai dengan najis. Meski pun secara bahasa Arab
tidak identikmaknanya. Najis sendiri dalam bahasa Arab ada dua penyebutannya
· Pertama
: Najas (ﺬﺠﺲ) maknanya adalah benda yang hukumnya najis.
· Kedua
: Najis (ﺬﺠﺲ) maknanya adalah sifat najisnya.
An-Najasah
(najis) itu lawan dari thaharah yang maknanya kesucian.
Najis terbagi menjadi tiga. Berikut perincian ketiga najis itu beserta cara
menyucikannya.
1. Najis
mughalladhah (berat), yaitu najis anjing, babi dan keturunannya atau
yang dihasilkan dari salah satunya. Cara menyucikannya wajib dibasuh tujuh kali
dan satu kali diantaranya dicampur dengan tanah (debu).
2. Najis
mukhaffafah (ringan), yaitu kencing bayi laki-laki yang belum berumur
dua tahun dan belum makan makanan selain susu. Cara menyucikannya cukup dengan
mencipratkan air pada tempat yang terkena kencing. Berbeda dengan cara
menyucikan kencing anak perempuan atau banci yang belum makan makanan selain
susu. Cara meyucikannya sama dengan kencingnya orang dewasa, yaitu membasuh dan
mengaliri air diatas benda yang terkena najis.
3. Najis
mutawassithah (sedang), yaitu seperti air kencing, tinja (kotoran
manusia), dan darah. Cara menyucikannya wajib dengan membasuhnya satu kali dan
sunnah tiga kali basuhan.
Najis
mutawassithah sendiri terbagi menjadi dua,yaitu :
· Najis
hukmiah, yaitu najis yang tidak diketahui rasa,warna dan
baunya. Cara menyucikannya cukup dengan dibasuh dengan air.
· Najis
ainiah, yaitu najis yang diketahui rasa, warna dan baunya. Cara
menyucikannya wajib dengan menghilangkan benda najisnya kemudian dibasuh dengan
air.
B.
ISTINJA’
Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti
kencing dan berak, wajib disucikan dengan air hingga bersih.
Adab Buang Air
1. Jangan di tempat yang terbuka
2. Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain
3. Jangan bercakap-cakap kecuali keadaan memaksa
4. Kalau terpaksa buang air di tempat terbuka, hendaknya jangan menghadap kiblat
5. Jangan membawa dan membaca kalimat Al-Qur’an
Adab Buang Air
1. Jangan di tempat yang terbuka
2. Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain
3. Jangan bercakap-cakap kecuali keadaan memaksa
4. Kalau terpaksa buang air di tempat terbuka, hendaknya jangan menghadap kiblat
5. Jangan membawa dan membaca kalimat Al-Qur’an
C. WUDHU’
1. Pengertian
Wudhu’
Pengertian
wudhu’ menurut bahasa artinya bersih dan indah. Menurut
pandangan agama wudhu’ berarti membersihkan anggota wudhu’ untuk
menghilangkan hadast kecil.
2. Landasan
Hukum
Cara
wudhu’ yang benar adalah sebagaimana yang dicontohkan Rasulallah SAW,
yang diungkapkan dalam hadits-haditsnya, baik yamg qauli (perkataan)
maupun hadits fi’li (perbuatan).
Rasulallah
SAW bersabda: “siapa yang wudhu’nya seperti wudhu’nya aku ini,kemudian
melakukan shalat dua raka’at tanpa memikirkan yang lain (konsentrasi), maka
segala dosanya diampuni Allah”. (HR. Muslim)
3. Hukum
Wudhu’
Hukum
wudhu’ bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa
kita berwudhu’.
a. Hukumnya
fardu/ wajib, yaitu hukumnya fardu (wajib) manakala seseorang akan mlakukan
hal-hal berikut.
1.
Melakukan Shalat, Baik shalat wajib
maupun shalat sunnah. Termasuk juga didalamnya sujud tilawah.
2.
Untuk Menyentuh Mus-haf Al-Quran
Al-Kariem.
3.
Tawaf di Seputar Ka`bah
b.
Hukumnya Sunnah, Sedangkan yang bersifat
sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :
1. Mengulangi
wudhu` untuk tiap shalat
2. Menyentuh
Kitab-kitab Syar`iyah
Seperti
kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqh dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih
dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib.
a.
Ketika Akan Tidur
b.
Sebelum Mandi janabah
c.
Ketika Marah
d.
Ketika Membaca Al-Quran
e.
Ketika
Melantunkan Azan, Iqamat, Khutbah dan Ziarah Ke Makam Nabi SAW
4. Fardu
Wudhu’
Fardu
wudhu’ ada enam (6), yaitu:
a.
Niat
b.
Membasuh muka
c.
Membasuh kedua tangan hingga kesiku
d.
Membasuh atau menyapu sebagian dari
kepala
e.
Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
f.
Tertib atau berurutan.
5. Syarat-Syarat Wudhu’
a.
Beragama islam
b.
Mumayid yaitu seseorang yang telah dapat
membedakan antara yang bersih dan yang kotor
c.
Suci dari haid dan nifas
d.
Menggunakan air yang suci lagi
menyucikan
e.
Tidak ada sesuatu yang menghalangi air
sampai kekulit(anggota wudhu’) seperti getah, minyak dan sebagainya
f.
Mengetahui mana yang wajib dan sunnah.
6.
Sunnah-Sunnah Wudhu’
a. Mencuci
kedua tangan hingga pergelangan tangan
b. Membaca
basmalah sebelum berwudhu`
c. Berkumur
dan memasukkan air ke hidung, bersiwak atau membersihkan gigi
d. Meresapkan
air kejenggot yang tebal dan jari
e. Membasuh
tiga kali tiga kali
f. Membasahi
seluruh kepala dengan air
g. Membasuh
dua telinga luar dan dalam dengan air yang baru
h. Mendahulukan
anggota yang kanan dari yang kiri.
7. Tata
cara Wudhu’
a.
Niat
b.
Membaca basmalah
c.
Mencuci tangan
d.
Bersiwak atau menggosok gigi
e.
Berkumur dan menghirup air (memasukan
air kelubang hidung)
f.
Mencuci muka
g.
Mencuci kedua tangan hingga siku
h.
Mengusap kepala
i.
Mengusap telingga
j.
Mencuci kaki
k.
Membaca syahadat (Do’a setelah wudhu’)
8. Hal-Hal
Yang Membatalkan Wudhu’
a. Keluarnya
sesuatu apapun yang keluar dari dubur (pantat) atau qubul (kemaluan).
b. Tidur
yang bukan dalam posisi tamakkun (tetap) diatas bumi
c. Hilang
akal karena mabuk atau sakit
d. Menyentuh
kemaluan secara langsung (tanpa penghalang)
e. Bersentuhan
kilit lawan jenis yang bukan mahram (mahzab As-Syafi’iyah)
D.
TAYAMMUM
1.
Pengertian Tayammum
Secara
bahasa, tayammum itu maknanya adalah ( اﻠﻘﺻﺪ) al-qashdu ,yaitu bermaksud.
Sedangkan
secara syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan
tanah untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan
menepuk-nepuk kedua tapak tangan keatas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua
tangan dengan niat untuk bersuci dari hadats.
2. Landasan
Hukum
Firman Allah
SWT:(QS. An Nisa’: 43)
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
3.
Hal –Hal Yang Membolehkan Bertayammum
a. Tidak
ada air
b. Karena
sakit,
c. Karena
suhu yang sangat dingin
d. Karena
tidak terjangkau, Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi
tidak bisa dijangkau. Meskipun ada air, namun bila untuk mendapatkannya ada
resiko lain yang menghalangi, maka itupun termasuk yang membolehkan tayammum.
e. Karena
air tidak cukup
f.
Karena
takut habisnya waktu
4. Sunnah
Tayammum
a. Membaca
Basmalah
b. Mengadap
kiblat
c. Mendahului
menyapu anggota kanan
d. Mengejakan
dengan berturut-berturut.
5.
Tata Cara Bertayammum
a.
Niat
b.
Membaca Basmallah
c.
Menekankan kedua telapak tangan
ketanah yang suci dari najis
d.
Mengusap wajah dangan debu tadi
e.
Menekankan kedua telapak tangan ketanah
sekali lagi, lalu mengusap tangan hingga siku
f.
Tertib
6. Hal-Hal
Yang Membatalkan Tayammum
a. Segala
yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum
adalah pengganti dari wudhu`.
b. Bila
ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.
c. Murtad
(keluar dari agama islam)
E.
MANDI
Mandi adalah membasuh seluruh tubuh mulai dari
puncak kepala hingga ujung kaki.
1. Mandi
Wajib
Mandi wajib ataupun mandi
junub disebut juga mandi hadas besar adalah mandi yang
perlu dilakukan oleh seseorang Muslim untuk membersihkan dirinya daripada hadas besar dan melibatkan
perbuatan mandi dengan membasahi seluruh anggota badan.
2.
Landasan Hukum
Firman
Allah SWT: (An Nisa’: 43)
3.
Hukum Mandi Wajib
Hukum
mandi fardu/ wajib, yaitu disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Hubungan
kelamin.
b. Haid
c. Nifas
adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan.
d. Wiladah
(setelah melahirkan)
e. Selesai
haid
f. Mati
bagi orang islam, selain mati syahid.
4.
Hukum
Mandi Sunah
Hukum
mandi sunah bila seseorang akan mlakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Shalat
Jumat
b. Shalat
hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
c. Shalat
Gerhana Matahari (kusuf) dan Gerhana Bulan(khusuf)
d. Shalat
Istisqa` (minta hujan)
e. Sesudah
memandikan mayat
f. Masuk
Islam dari kekafiran
g. Sembuh
dari gila
h. Ketika
akan melakukan ihram
i. Masuk
ke kota Mekkah
j. Ketika
wukuf di Arafah
k. Ketika
akan thawaf, menurut Imam Syafi`i itu adalah salah satu sunnah dalam
berthawaf.
5.
Hal-Hal Yang Terlarang Bagi Orang
Junub
a. Shalat
b. Thawaf
c. Menyentuh
mus-haf Al-Qur’an dan membawanya
d. Membaca
Al-Qur’an
e. Menetap
dimasjid.
6.
Fardu Mandi Janabah
a. Niat
b. Menghilangkan
najis kalau ada dibadan
c. membasuh
seluruh angota badan
7.
Sunnah-Sunnah Dalam Mandi
Janabah
a. Membaca
basmalah
b. Membasuh
kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air
c. Berwudhu`
sebelum mandi Aisyah ra berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku
seperti wudhu` orang shalat (HR Bukhari dan Muslim)
d. Menggosokkan
tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota
badan.
e. Mendahulukan
anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`.
8.
Tata Cara Mandi Janabah
a. Niat
b. Mencuci
kedua tangan dengan sabun
c. Membasuh
kemaluan dan dubur
d. Najis-najis
dibersihkan
e. Berwudhu’
sebagaimana untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk
mengakhirkan mencuci kedua kaki
f. Mengalirkan
air keseluruh badan dengan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri
g. Memasukan
jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin
bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah
h. Menyiram
kepala dengan 3 kali siraman
i. Membersihkan
seluruh anggota badan
j. Mencuci
kaki.
BAB V
KESIMPULAN
Arti syahadat ialah pengakuan atau penyaksian yang sebenarnya
ya’ni saksi dzahir dan bathin. Didalam pengetahuan akan syahadat harus
diketahui akan rukun syahadat , syarat syahadat dan juga yang membinasakan
syahadat.
Berdasarkan
makalah diatas dapat disimpulkan bahwa thaharah itu adalah bersuci yang menjadi
syarat yang mengesahkan untuk mengerjakan ibadah di dalam thaharoh terdapat
berbagai macam cara bersuci diantaranya:
1. Istinja
Istinja
ialah membersihkan kubul dan dubur sesudah buang air kecil atau buang air besar
dengan memakai air yang suci. Istinja itu hukumnya wajib.
2.
Berwudhu’
Air
wudlu’ menurut bahasa ialah bersih atau indah. Adapun menurut hukum syara’
ialah membersihkan sebagian dan anggota badan yang tertentu untuk menghilangkan
hadas kecil.
3.
Tayammum
Tayammum
merupakan perbuatan bersuci penganti wudhu dan mandi, dengan mengusap muka dan
kedua belah tangan dengan debu yang suci.
4.
Mandi
Mandi adalah membasuh seluruh tubuh
mulai dari puncak kepala hingga ujung kaki.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
M. Masykri
Abdurahman, Moh. Syaifun Bakhari, “Kupas Tuntas Shalat Tatacara dan Hikmahnya”,
Erlangga, 2006.
Sayyid Sabiq, “Fikih
Sunnah 1”, Alma’arif, Bandung,1973.
Dr.Sa’id bin Ali
bin Wahaf al-Qathani. “panduan bersuci:bersuci yang benar menurut Al-Qur’an dan
Al-Sunnah”. Almahira. Jakarta. 2006.
http://izinkanakumemenuhipanggilanmu.blogspot.com/2012/05/pengertian-syahadat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar